Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sawit Korban Diskriminasi, Guru Besar Ini Ungkap 6 Fakta Dibaliknya...

Sawit Korban Diskriminasi, Guru Besar Ini Ungkap 6 Fakta Dibaliknya... Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kelapa sawit merupakan komoditas dengan produktivitas tinggi dan berkontribusi besar terhadap perekonomian negara dan masyarakat. Kendati demikian, kelapa sawit masih saja mengalami berbagai diskriminasi dari lembaga nasional dan internasional. 

Terkait hal ini, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University, Prof. Yanto Santosa dalam presentasinya yang berjudul “Kelapa Sawit Sebagai Tanaman Hutan” menguraikan enam fakta diskriminasi yang diterima kelapa sawit. 

Baca Juga: Mantap! Kontribusi Kelapa Sawit di Hari Batik Nasional

Pertama, FAO tidak mengkategorikan kelapa sawit sebagai tanaman hutan. ”Bayangkan, tanaman seperti bambu, sagu, dan aren masuk kategori tanaman hutan. Satu famili palmae. Lalu kenapa sawit bukan kategori hutan. Ini (definisi) FAO. Artinya, diskriminasi terjadi di tingkat internasional,” ujar Prof. Yanto, dikutip dari sawitindonesia.com.

Kedua, Kementerian LHK tidak mengijinkan tanaman kelapa sawit ditanam di kawasan hutan produksi.

Ketiga, Penolakan Permenhut No.62/2019 untuk memasukkan kelapa sawit sebagai tanaman Hutan Tanaman Industri (HTI). 

“Anehnya Pasal 13 Permenhut 62/2019 menjelaskan tanaman hutan berkayu, tanaman budidaya tahunan yang berkayu, dan tanaman jenis lainnya yang digunakan untuk biofuel dan biomassa kayu itu boleh dijadikan tanaman HTI. Tetapi, kenapa sawit tidak boleh. Jelas ini bentuk diskriminasi nasional,” kata Prof. Yanto. 

Keempat, kelapa sawit yang luasnya 16,3 juta hektar tidak dihitung sebagai penyerap gas rumah kaca. Prof. Yanto menguraikan, kelapa sawit juga melalui proses fotosintesis dan respirasi yang dapat menyerap emisi karbon. 

“Dari penelitian berbagai pakar bahwa laju fotosintesa kelapa sawit lebih tinggi daripada hutan tropikal,” ungkap Prof. Yanto. Selain itu, biomassa kelapa sawit juga lebih tinggi dibandingkan tanaman lain. 

Kelima, kelapa sawit yang ditanam di kawasan hutan selalu dituding sebagai deforestasi. Tetapi tuduhan ini tidak berlaku terhadap tanaman lain seperti karet, akasia, dan aren.

Menurut Yanto, kontribusi kelapa sawit bagi deforestasi global sangat kecil dibandingkan kegiatan peternakan dan pertanian lainnya. Data European Commission (2013) mencatat, penyumbang deforestasi terbesar adalah peternakan sapi di Amerika Selatan yang sebesar 24,3 persen; kebakaran 17,3 persen; perluasan kebun kedelai 5,6 persen; serta perluasan lahan jagung 3,1 persen. Sedangkan kontribusi sawit hanya sekitar 2,3 persen. 

“Di Indonesia, perkembangan kelapa sawit tidak linier dengan kegiatan deforestasi. Data ini telah dilansir dari Jean Marc Roda, Peneliti CIFOR,” catat laman sawitindonesia.com. 

Keenam, kelapa sawit selalu dituding sebagai penyebab penurunan keanekaragaman hayati. Namun, tudingan ini tidaklah tepat, karena sawit juga dapat meningkatkan keanekaragaman hayati seperti populasi burung dan insektisida.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: