Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Transformasi BUMN Menjadi Lokomotif Ekonomi Nasional

Oleh: Budi Muliawan, Pemerhati Sosial, Alumni FH Universitas Brawijaya

Transformasi BUMN Menjadi Lokomotif Ekonomi Nasional Kredit Foto: Ferry Hidayat

Di luar itu, Kementerian BUMN juga membuat holding BUMN yang sudah berjalan sejak 2014. Ada enam sektor industri, yaitu holding perkebunan, kehutanan, industri tambang, minyak dan gas, farmasi, dan holding asuransi. 

Secara kuantitas, jumlah BUMN memang cukup banyak. Bukan persoalan mudah untuk mengelola BUMN yang berjumlah seratus lebih itu. Untuk itu, Kementerian BUMN mempunyai target merampingkan jumlah BUMN menjadi hanya sekitar 70-an BUMN.

Bahkan, Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan, dalam lima tahun ke depan, jumlah BUMN lebih sedikit lagi, cukup sekitar 40-an sehingga lebih efisien.

Singkatnya, dalam rangka optimalisasi dan refocusing bisnis, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir menginginkan adanya efisiensi dan restrukturisasi BUMN (holding, merger, akuisisi, dan lainnya). Tentu, langkah efisiensi dan restrukturisasi BUMN diambil setelah melakukan pemetaan terhadap sejumlah BUMN. 

Kementerian BUMN telah memetakan BUMN-BUMN dalam empat kategori. Pertama, BUMN yang fokus menghasilkan nilai ekonomi dan memberikan nilai tambah bagi negara (surplus creator).  Kedua, BUMN yang fokus utama pada pelayanan publik (welfare creators).

Ketiga, BUMN yang bertugas memberikan nilai ekonomi sekaligus memberikan pelayanan publik (strategic value). Dan, keempat, BUMN yang tidak memiliki nilai ekonomi maupun pelayanan publik (dead weight). 

Dalam konteks itu, BUMN-BUMN yang value-nya kecil apalagi merugi dan tidak memiliki opportunity dimasukan sebagai kategori BUMN yang harus dilikuidasi.

Ada juga BUMN-BUMN yang harus disehatkan, yaitu BUMN-BUMN yang memiliki beban utang yang besar namun masih memiliki opportunity sekalipun profitnya belum menggembirakan. 

Padahal BUMN memainkan peran sangat strategis dan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara makro. Kapasitas usaha BUMN sangat besar. Ini menjadi modal pemasukan dan pendapatan bagi negara.

Pada tahun 2018, total aset dari sebanyak 113 BUMN mencapai Rp 8.117,6 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 3.318,56 triliun adalah aset lancar dan Rp 4.799,05 triliun adalah aset tidak lancar. Sebanyak 12 BUMN memiliki aset di atas Rp 100 triliun, dan tiga BUMN di antaranya memiliki aset di atas Rp 1.000 triliun. 

Sebagai catatan, dalam 10 tahun terakhir, BUMN telah memberikan kontribusi dalam penerimaan negara sebesar Rp 3.295 triliun. Penerimaan negara itu dalam bentuk dividen, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan pajak.

Lebih rinci lagi, dari jumlah itu 54% atau sebesar Rp 1.972 triliun adalah penerimaan pajak, 11% atau Rp 388 triliun adalah dividen, dan PNBP sebesar 30% atau Rp 1.035 triliun. 

Dalam rapat kerja bersama Komisi VI pada awal Juni 2021, Menteri BUMN mengungkapkan laba seluruh perusahaan BUMN pada 2020 hanya mencapai Rp 28 triliun atau anjlok 77% dibanding  laba bersih perusahaan BUMN pada 2019 yang mencapai Rp 124 triliun.

Sedangkan pendapatan dari seluruh BUMN pada 2020 ditaksir mencapai Rp 1.200 triliun, atau turun 25% dibandingkan pendapatan tahun 2019 sebesar Rp 1.600 triliun. Penurunan pendapatan dan laba BUMN itu sebagai dampak pandemi Covid-19. 

Di tengah pandemi Covid-19, tahun lalu BUMN masih bisa memberikan kontribusi terhadap APBN. Jumlahnya sebesar Rp 375 triliun.

Ini menggambarkan peran BUMN sangat penting bagi perekonomian makro Indonesia. Untuk mendorong perekonomian negara, pemerintah memang perlu menata kembali BUMN-BUMN di bawah kendali Kementerian BUMN. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: