Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kolom Inovasi: Mengungkit Kelembaman Inovasi

Warta Ekonomi -

Inovasi lebih asyik dibicarakan, tidak untuk dijalankan.

Inovasi sekadar buat gaya-gayaan, agar tetap dalam pergaulan.

Inovasi diakui sudah keharusan, tapi kenyataannya masih prioritas kesekian.

Dan inovasi harusnya menghadirkan kemuliaan, tapi oleh pelakunya dijadikan alat pemenuhan kerakusan.

WE Online, Jakarta- Ketika semua itu dilakukan atas nama inovasi, yang terjadi hanya gegap gempita selebritas, yang kesannya cepat tergerus  dalam sekilas.

Itulah rangkuman yang mungkin bisa dituliskan dari begitu banyak seminar, dialog, pertemuan, maupun pelatihan tentang inovasi. Ketika semua menyadari inovasi sudah menjadi  keniscayaan bagi keberlangsungan perusahaan. Pertanyaan yang sering timbul adalah bagaimana inovasi dibumikan? Bagi pelaku bisnis di Indonesia, adakah model inovasi yang tepat untuk dijalankan?

 

Sosok Penginovasi

Berbagai upaya pemeringkatan terhadap perusahaan inovatif sudah banyak dilakukan. Businessweek misalnya melihat sosok perusahaan inovatif dari perspektif output seperti stock returns, sales growth dan profit growth. Disini jelas perusahaan menjadi tidak inovatif jika tidak mampu mendatangkan keuntungan finansial. Lain lagi dengan Majalah Forbes, mereka menggunakan ukuran innovation premium sebagai penjelas perusahaan inovatif. Semakin besar perbedaan antara kapitalisasi pasar perusahaan dengan nilai sekarang dari semua cashflow di masa mendatang, semakin inovatif perusahaan. Lagi-lagi inovasi dilihat dari keunggulan kinerja finansial.

Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa perusahaan-perusahan inovatif kelas dunia yang memang berbasiskan teknologi canggih, maka timbulah kesan, bahwa untuk menjadi inovatif harus menjadi pengguna teknologi terkini. Jika ini premisnya maka sempitlah pintu-pintu kesempatan bagi pelaku bisnis di negara emerging economies seperti Indonesia. Dalam segala keterbatasan sumberdaya untuk inovasi seperti manusia, intellectual property, pendanaan untuk R&D, infrastruktur inovasi, sampai iklim inovasi perusahaan dan nasional, sepertinya akan sulit untuk head-to-head dengan penginovasi kelas dunia. Adakah pelaku bisnis di sini yang rela menggelontorkan dana triliunan rupiah hanya untuk R&D yang belum jelas keberuntungannya? Adakah yang mau bersabar menjalani proses panjang berinovasi, mulai dari ideation sampai launching sedikitnya 6 tahun? Itu juga belum menggaransi sukses di pasar. Adakah yang mampu menjadi pengorkestrasi tangguh bagi para pemasok teknologi terkini dari seluruh dunia?

Beratnya rintangan untuk menapaki jalan penginovasi bukan berarti tertutup sudah oportunitas inovasi bagi pelaku bisnis di Tanah Air. Sekarang coba lihatlah rantai nilai berinovasi yang dijalani penginovasi, setidaknya dua hal berikut mengidentifikasi oportunitas inovasi dan mengkonversi oportunitas tersebut menjadi konsep produk. Bagi pelaku inovasi tingkat dunia, oportunitas inovasi bukanlah sesuatu yang gratis. R&D yang begitu mahal dilakukan untuk menemukan oportunitas-oportunitas inovasi. Selanjutnya mengkonversi oportunitas menjadi konsep inovasi bukanlah pekerjaan penyendiri. Ini menuntut kolaborasi sesama pelaku dalam jejaring penginterpretasi inovasi. Pelaku inovasi terbantukan dengan adanya pemasok teknologi terkini, institusi riset yang kuat, komunitas masyarakat pengguna, desainer produk, engineer, antropolog, pembuat regulasi dll. Kesemuanya akan menentukan kekuatan iklim berinovasi sebuah perusahaan. Tidak mudah memang bagi pelaku di sini.

 

Sumber Kelembamam

Menurut hukum pertama Newton (the inertia law), suatu objek atau benda akan tetap diam tidak bergerak selama tidak resultan gaya yang membuatnya bergerak. Demikian pula dengan perusahaan. Ketika sudah berada di zona nyamannya, kecenderungan untuk status quo begitu tinggi. Begitu lembam untuk berubah jika tidak ada kekuatan penggerak untuk memaksanya bergerak.

Jika melihat secara lebih holistik, perusahaan menjadi inovatif tidak hanya dijelaskan dari perspektif output seperti kinerja keuangan. Keinovasian perusahaan dijelaskan segala faktor input yang diperlukan untuk inovasi. Tersedianya sumber daya manusia yang kompeten untuk berinovasi, adanya pendanaan perusahaan untuk pencarian oportunitas, kelengkapan fasilitas merupakan input yang diperlukan untuk berinovasi. Memiliki sumber daya saja belumlah cukup untuk menjadi penginovasi. Butuh kemampuan menjalani proses berinovasi dengan penuh kedisiplinan. Dalam lanskap keambiguan dan ketidakpastian yang tinggi dari proses berinovasi, pelakunya dituntut sabar dalam menemukan pintu-pintu kejelasan dan kepastian.

Dalam kenyataannya, manusia di perusahaan yang menjadi aktor utama dalam agenda perubahan lewat inovasi, cenderung miopik dalam melihat oportunitas inovasi. Jika dihadapkan pada pilihan berinovasi atau status quo, kemungkinan terbesar akan jatuh pada pilihan mempertahankan yang sudah ada. Menikmati kenyamanan yang sudah ada masih lebih bernilai ketimbang melakukan sesuatu yang dapat berakhir pada kegagalan. Para penghindar risiko ini tidak menyadari, dalam berinovasi semangat we innovate to fail adalah kredo para penginovasi sejati. Dibalik kegagalan dalam upaya berinovasi selalu ada pintu-pintu kesempatan baru; peluang baru yang tidak terpikirkan atau direncanakan sebelumnya.

Kelembaman lainnya dalam berinovasi datang dari tidak ada keinginan untuk menjalani proses berinovasi yang penuh eksperimen, coba-coba dalam mencari konsep terbaik. Prinsip we build design to think menjadi proses tidak berarah yang begitu mahal untuk dijalani. Mentalitas mencari jalan pintas dalam menemukan konsep produk terbaik adalah sumber kelembaman di perusahaan.

Kekuatan dalam input-proses-output itu tidak datang dengan sendirinya. Diperlukan strategi perusahaan yang memang berpihak pada inovasi. Inovasi harus menjadi strategi perusahaan untuk keamanan profitabilitas dan keberlangsungan perusahaan di masa mendatang. Jebakan rutinitas keseharian membuat perusahaan sulit bangkit untuk melakukan discovery, pencarian oportunitas-oportunitas baru.

Dan akhirnya, sumber kelembaman berinovasi datang dari iklim di perusahaan yang belum menggerakkan siapapun di dalamnya untuk mengeluarkan yang terbaik untuk urusan inovasi. Iklim yang kuat untuk berinovasilah yang menjadi pembeda antara penginovasi dari kerumunan. Iklim berinovasi tidak dapat dikopi dan dipindahkan ke setiap perusahaan. Dibutuhkan sosok pemimpin yang visioner, yang menuangkan mimpi-mimpinya menjadi strategi yang menempatkan inovasi sebagai prioritas utama. Ketika strategi dijabarkan menjadi rencana aksi yang memang membumi untuk penyiapan dan pengembangan segala faktor input dan proses berinovasi, selanjutnya bersabarlah. Luck favors those who are well prepared!

 

Ade Febransyah

Ketua Center for Innovation Opportunities & Development

Prasetiya Mulya Business School

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Nomor 17 Tahun 2014

 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Arif Hatta

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: