Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Neobank Jadi Potensi Ekosistem Jasa Keuangan di Indonesia, Ini yang Harus Diperhatikan

Neobank Jadi Potensi Ekosistem Jasa Keuangan di Indonesia, Ini yang Harus Diperhatikan Kredit Foto: BCA Digital
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia Fintech Society (IFSoc) melihat, Indonesia memiliki potensi pertumbuhan dan pengembangan neobank. Neobank merupakan sebuah fenomena baru di ekosistem dalam layanan keuangan digital Indonesia. Meski begitu, nyatanya layanan terbaru ini sudah memiliki sejarah dan pasang surut di berbagai negara lainnya.

Dalam hal ini, IFSoc memberikan beberapa pandangan terhadap potensi neobank di Indonesia. Pertama, neobank akan lebih bertanggung jawab dengan diberikan kepercayaan mengatur sistem manajemen dengan internal kontrol secara mandiri.

Baca Juga: IFSoc: Meski Punya Potensi Berkembang, Indonesia Harus Belajar dari Kegagalan Neobank Negara Lain

"Beberapa caranya, antara lain, dengan mendorong kepatuhan neobank terhadap peraturan yang berlaku, seperti kepatuhan atas pemanfaatan data kependudukan Dukcapil untuk memitigasi risiko fraud dan membentuk forum kolaborasi untuk memerangi ancaman terhadap cybersecurity, baik di antara para pemain neobank maupun kolaborasi dengan regulator dan penegak hukum," tutur Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc), Mirza Adityaswara, Kamis (14/10).

Menurutnya, penguatan manajemen risiko juga perlu dilakukan dengan meningkatkan kapasitas internal para pemain industri neobank. "Juga perlu adanya penguatan aspek manajemen risiko dengan adanya sertifikasi untuk meningkatkan keterampilan digital pegawai bank, sekaligus mempersiapkan talenta baru yang akan masuk ke pasar tenaga kerja neobank," ujar Mirza.

Selain itu, perlu mendorong sinergi antara kementerian dan lembaga untuk membuat kerangka kebijakan terkait data pribadi. Contohnya, seperti repository nomor telepon yang telah diblokir karena terbukti melakukan fraud dan data ini dapat diakses oleh institusi keuangan serta mendorong kebijakan terkait standarisasi keamanan untuk infrastruktur digital yang krusial bagi neobank.

Hal lainnya yang tidak kalah penting adalah perlu adanya standarisasi data sharing melalui penetapan RUU PDP. Standardisasi juga penting dalam penggunaan Application Programming Interface (API) yang memungkinkan berbagai platform layanan finansial seperti neobank, e-commerce, dan fintech agar saling berkomunikasi secara lebih efisien dan menghalangi fragmentasi data. Praktik ini lazim disebut dengan open banking.

Ia juga menuturkan salah satu penggunaannya adalah dalam menyalurkan kredit personal, kemampuan bayar nasabah bisa diketahui secara lebih akurat dari data transaksi belanja dan utang di tempat lain. Oleh karena itu, IFSoc mendukung langkah Bank Indonesia yang meluncurkan Standardisasi API Standar Nasional Open API (SNAP) melalui PADG No. 23/2021.

"Terbitnya aturan SNAP adalah langkah yang sangat baik dari BI untuk mempercepat digitalisasi. Namun, yang tetap harus dijaga adalah proteksi data pribadi untuk menghindari penyalahgunaan data nasabah," kata Mirza.

Lebih lanjut, kesuksesan neobank di Korea Selatan dan Tiongkok perlu menjadi perhatian pemerintah dan sektor perbankan, terutama dalam mendorong kolaborasi antara neobank dengan ekosistem digital lainnya, seperti e-commerce dan fintech.

Menurutnya, hal ini menjadi kunci keberhasilan KakaoBank di Korea Selatan yang membangun ekosistem dengan menjangkau 50 juta pengguna aplikasi chatting KakaoTalk, 22 juta pengguna e-wallet KakaoPay, dan 70 juta pengguna media sosial Kakaostory. Bentuk kolaborasi lain yang bisa dilakukan adalah penyaluran kredit kepada UMKM.

Kolaborasi neobank dengan P2P lending akan menjadi sangat krusial yang pada 2020, pertumbuhan pinjaman mencapai Rp21 triliun (CAGR 2017-2020: 43%). Terakhir, upaya untuk memberikan edukasi, baik literasi digital dan keuangan, kepada nasabah neobank perlu terus dilakukan oleh pemerintah dan asosiasi.

"Di tengah maraknya kasus penipuan dan pembobolan bermodus transaksi digital, edukasi merupakan hal esensial mengingat neobank berbasis internet dan rendahnya literasi digital dan keuangan masyarakat pada saat ini. Data dari Kominfo menyebutkan bahwa indeks literasi digital Indonesia saat ini berada pada tingkatan menengah, yaitu 3,47/5. Sementara, tingkat literasi keuangan sebesar 38.03% berdasarkan data dari OJK," tutup Mirza.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: