Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

SPKS Nilai Perhatian Politik terhadap Petani Sawit Cenderung Melihat dalam Konteks Luas

SPKS Nilai Perhatian Politik terhadap Petani Sawit Cenderung Melihat dalam Konteks Luas Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyoroti respons politik terhadap kesejahteraan petani yang dinilai lebih condong ke pemain besar dibanding petani sawit skala kecil.

"Political capture dan respons, baik itu dari kebijakan lokal dan nasional, itu sangat berbeda pada karakteristik petani skala kecil. Begitu pun dalam konteks global politik dalam merespons petani sawit, mereka melihat para petani tapi dalam konteks yang luas, yaitu [petani dengan lahan] 20 hektare (ha) atau 50 ha," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) SKPS Mansuetus Darto dalam diskusi virtual Narasi Institute, Selasa (19/10/2021).

Baca Juga: SPKS Jelaskan Kondisi Kesejahteraan Petani Sawit di Indonesia

Menurutnya, representasi petani sawit yang sering hadir dalam ruang publik sering kali merupakan suara dari petani di skala medium dan besar. Padahal, petani skala kecil, yakni yang memiliki luas lahan kurang dari 8 ha, lebih mendominasi struktur petani sawit di Indonesia.

"Mereka ini tinggal di pedesaan, tenaga kerja mereka kerjakan sendiri, dan akses mereka itu tidak beruntung, hanya menjual ke middleman. Produktivitas kebun mereka juga sangat rendah," jelas Darto.

Di sisi lain, petani sawit di skala medium dan besar memiliki akses penjualan yang lebih mudah dan tenaga kerja yang tidak mereka kerjakan sendiri. "Terutama individual growers yang punya lahan di atas 25 ha, mereka tidak tinggal di sekitar kebun," tambahnya.

Sementara itu, berdasarkan hasil riset pihaknya pada 2018 silam, sebanyak 83% petani sawit skala kecil hanya memiliki akses penjualan ke tengkulak yang memberikan selisih harga yang cukup besar dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah. Padahal, jumlah petani yang hanya bergantung pada komoditas sawit lebih mendominasi, yakni sekitar 70%.

"Ketergantungan petani sawit terhadap harga sawit itu sebenarnya cukup tinggi. Apalagi harga TBS cenderung fluktuatif," ungkapnya.

Darto meyakini untuk dapat memperbaiki kondisi kesejahteraan petani sawit Indonesia adalah dengan meningkatkan sinergi antara petani sawit dengan mitra korporasi perusahaan sawit. Kemitraan ini akan membantu mengurangi risiko kehilangan pendapatan sebesar 20-30%.

"Penting juga ada perbaikan di level pabrik, transformasi soal kondisi saat ini di mana para petani itu menjual ke tengkulak, rantai suplai terlalu panjang, dan sistem ini perlu diubah agar ada kemitraan yang lebih baik. Petani juga membutuhkan peran dari tiap perusahaan untuk memberlakukan pemberdayaan kepada petani sawit kecil di daerah," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: