Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pembuluh Darah Pecah Tidak Terkait dengan Vaksinasi Covid-19

Pembuluh Darah Pecah Tidak Terkait dengan Vaksinasi Covid-19 Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di media sosial sempat beredar kabar bahwa vaksinasi Covid-19 dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dalam tubuh atau pembuluh darah pecah sebagai efek samping dari pelaksanaan vaksin.

Menyikapi informasi ini, Direktur RS Pusat Otak Nasional, Mursyid Bustami, menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar. Ia mengungkapkan, hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang kuat dan valid yang menunjukkan ada kaitan antara pemberian vaksinasi Covid-19 dengan terjadinya pecahnya pembuluh darah.

Baca Juga: Apa Benar Pengobatan Kanker Bisa Turunkan Efektivitas Vaksin Covid-19? Ternyata...

"Terkait adanya info bahwa vaksin berisiko menyebabkan stroke pendarahan otak, kami klarifikasi bahwa secara ilmiah pun tidak ada hubungan antara stroke pendarahan dengan vaksin Covid-19," tegas Mursyid, dikutip Kamis (21/10).

Efek samping yang mungkin timbul, menurut Mursyid, sifatnya masih sangat ringan dan mudah diatasi seperti demam, nyeri, mengantuk, lapar, dan lain sebagainya. Efek samping ini pun biasanya tidak berlangsung lama, maksimal 2 hari pasca-penyuntikan vaksin.

Lebih lanjut, ia menjelaskan sekitar 20 persen stroke pendarahan disebabkan adanya penyumbatan pada pembuluh darah dengan penyebab utamanya karena tingginya faktor risiko tertentu dan bukan disebabkan oleh vaksin Covid-19.

Mursyid mengungkapkan, faktor risiko stroke dapat menjadi common rezpector (faktor risiko bersama) seperti di antaranya:

  • Diabetes;
  • Hipertensi;
  • Pola makan yang buruk;
  • Merokok;
  • Obesitas;
  • Kurang aktivitas fisik;
  • Alkohol; dan
  • Narkotika.

"Kalau stroke pendarahan biasanya adalah penderita hipertensi. Yang terjadi adalah tidak kuatnya pembuluh darah menahan tekanan darah yang tinggi sehingga terjadilah kebocoran," ungkapnya.

Kendati demikian, ia memaparkan ada dua faktor risiko terkait terjadinya hal tersebut, yakni yang bisa dikendalikan dan tidak bisa dikendalikan. Faktor risiko yang bisa dikendalikan sebaiknya dicegah sedini mungkin agar tidak menjadi bom waktu ke depannya. Upaya pencegahan yang bisa dilakukan adalah mulai menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

"Tidak melakukan aktivitas yang dapat menimbulkan masalah kesehatan di masa depan seperti merokok, konsumsi minuman beralkohol, batasi konsumsi gula, garam, dan lemak," ucap Mursyid.

Sementara, untuk faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan ialah umur, genetik, jenis kelamin. Oleh sebab itu, untuk mengetahui faktor kedua ini, sebaiknya melakukan cek kesehatan secara berkala untuk mengetahui riwayat kesehatan.

"Sehingga apabila ada kelainan dalam tubuh bisa diketahui dan diantisipasi sedini mungkin," katanya.

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh untuk mencari faktor risiko sehingga bisa dikendalikan secepatnya dan dengan cara yang tepat.

Vaksinasi Covid-19 merupakan langkah yang aman untuk dilakukan dalam rangka mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok agar bisa hidup berdampingan dengan virus corona. Vaksin yang diberikan sudah melalui proses dan rangkaian yang panjang. Vaksin-vaksin tersebut sudah mendapat izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: