Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Belah Semangka', Bertawaran Harga di Balik Perkara

'Belah Semangka', Bertawaran Harga di Balik Perkara Kredit Foto: Wikimedia Commons
Warta Ekonomi, Jakarta -

Desi dan anaknya tengah menyantap mi saat mobil berwarna putih memasuki area parkir, suatu malam, pertengahan Agustus 2020. Dari dalam mobil, turun lelaki berperawakan sedang, yang lantas berjalan menuju arah masuk ke dalam kedai Mi Aceh di daerah Kemiling, Bandar Lampung itu.

Desi yang datang lebih dulu sengaja memilih tempat duduk di bagian depan kedai agar bisa melihat ke halaman parkir. Sebab, dia mengingat, lelaki yang belum pernah ia jumpai itu sempat mengatakan akan datang memakai mobil berkelir putih. Jadi, ketika lelaki dari oto berwarna safa itu turun, Desi langsung mendekatinya.

Baca Juga: Jurnalis Suara.com Diduga Diintimidasi saat Lakukan Liputan di Kejati Lampung

"Pak Anton ya?" tanya Desi.

"Ya."

Desi segera mengajak Anton untuk duduk di set meja, bersama dia dan anaknya. Lelaki yang memakai kaus berkerah putih dan celana panjang bahan itu memesan kopi dan telur setengah matang.

"Gimana, gimana?" kata Anton, memulai pembicaraan.

"Tolong Pak dibantu supaya vonis suami saya ringan. Kasihan Pak, anak saya masih kecil-kecil. Masih sekolah semua."

Desi memohon sembari menyatakan ada uang yang disiapkan bila lelaki itu membantu. "Gak bisa bu. Uang suami itu itu gak laku buat saya," Anton menyanggah, "Lebih baik ibu berdoa saja supaya suami ibu divonis ringan dan segera bertemu keluarga."

Desi menangis mendengar jawaban Anton. "Ya Pak, tolong banget lah Pak. Tolong bantu. Sebisa mungkin diringanin."

Anton berkukuh tidak mau membantu. Desi dan anaknya akhirnya memilih pulang duluan. Sementara, Anton masih menikmati kopi dan telur setengah matangnya. Pikiran Desi Sefrilla buncah dalam perjalanan pulang. Jauh-jauh dia menempuh perjalanan 40 kilometer dari rumahnya di Kabupaten Pringsewu ke Bandar Lampung, tapi orang yang ditemuinya enggan menolong.

Semua berawal dari lima bulan sebelumnya. Cecep Fatoni—suami Desi—menerima tawaran penebangan kayu sonokeling di Dusun Umbul Solo, Kecamatan Way Lima, Pesawaran. Cecep memiliki usaha serkel atau gesek kayu. Selain itu, dia juga membuka usaha penyewaan alat berat.

Suatu waktu, Cecep menerima tawaran penebangan kayu sonokeling di Dusun Umbul Solo, Kecamatan Way Lima, Pesawaran. Setelah ditebang, kayu-kayu itu diangkut memakai dua truk milik Cecep untuk dibawa ke rumahnya. Namun, dalam perjalanan, truk-truk tersebut dicegat polisi kehutanan.

Karena tidak ada dokumen sah, pembawanya ditangkap serta barang muatannya disita. Pembawa kayu itu mengakui aktivitas mereka adalah perintah dari Cecep. 4 Maret 2020, Cecep ditangkap aparat Polda Lampung di sebuah penginapan daerah Bandar Lampung.

Belakangan, dikutip dari Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, penebangan kayu sonokeling itu erat terkait kasus pembalakan liar. Kasus ini meluncur ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Kejaksaan menunjuk Jaksa Anton Nur Ali sebagai penuntut umum. Sementara, PN Tanjungkarang menetapkan, perkara ini akan diadili oleh Surono sebagai hakim ketua bersama dua anggotanya: Zuhairi dan Siti Insirah.

Desi tak ingin suaminya dihukum berat, maka ia berinisiatif mencari bantuan. Muncullah ide ibu lima anak ini untuk menghubungi Jaksa Anton Nur Ali. Setelah mengontak sejumlah orang, dapatlah ia nomor telepon jaksa Anton 0822xxxxxxxx dari seseorang yang Desi lupa siapa. Nomor ini sama dengan yang Suara.com hubungi saat meminta konfirmasi, Jumat 22 Oktober 2021.

Desi mengirimkan pesan singkat via WhatsApp ke nomor tersebut pada 24 Agustus 2020. "Assalamualaikum Pak, ini saya istri Cecep, bisa ketemu gak Pak?"

Namun, pesan singkat itu tidak berbalas. Dia lantas memutuskan mencoba menelepon. "Saya coba telepon, diangkat. Terus dia minta ketemu di Mi Aceh Kemiling. Sekitar dua hari kemudian, saya dan anak pergi menemuinya, selepas isya," cerita Desi kepada Suara.com, Sabtu (23/10/2021).

Belah semangka

Bersama tigak anak dan satu keponakannya, Desi duduk di ruang tunggu kantor Kejaksaan Tinggi Lampung, Jalan Jaksa Agung R Soeprapto No 226, Talang, Kecamatan Telukbetung Selatan, Kota Bandar Lampung, beberapa hari setelah persamuhan di kedai.

Desi ditanya perihal keperluannya oleh staf kejati. Dia menjawab hendak bertemu Jaksa Anton. Staf itu meminta kartu identitas, lalu menyuruh Desi meletakkan barang bawaan di loker. Tak lama sesudahnya, Desi diminta naik ke lantai dua menemui Anton.

Mengajak satu anaknya, Desi bergegas masuk ke ruangan kerja Anton. Kala berjumpa, kembali Desi memohon bantuan. "Suami ibu ini ancamannya 15 tahun. Kayaknya berat. Kalau mau ngeringanin, bukan saya wewenangnya," kata Anton. Pertemuan itu tidak membuahkan hasil.

Beberapa hari kemudian, Desi kembali menemui Anton di ruang kerjanya. Lagi-lagi, Desi memohon bantuan. "Saya sudah menyiapkan Rp60 juta Pak."

Anton bergeming. Kepada Desi, dia mengatakan uang sebesar itu masih belum mencukupi untuk mengurus keringanan vonis Cecep. Sebab, Anton mengakui kepada Desi dirinya harus memberikan uang ke sejumlah pihak seperti atasannya dan hakim.

"Harus belah semangka, begitu dia mengistilahkan," kata Desi.

Desi lantas bertanya, berapa uang yang harus disiapkan agar hukuman suaminya bisa ringan. "Dia bilang seratus (Rp100 juta)."

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: