Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Investasi Telkomsel di GoTo, Pengamat: Harus Dilihat Jangka Panjang

Soal Investasi Telkomsel di GoTo, Pengamat: Harus Dilihat Jangka Panjang Kredit Foto: GoTo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Berbagai perusahaan berupaya untuk mempertahankan bisnisnya dengan membangun ekosistem. Tak hanya perusahaan nasional, perusahaan multinasional juga 'getol' membangun ekosistem. Salah satu perusahaan swasta nasional yang tengah membangun ekosistem adalah Telkomsel. Berbagai cara dilakukan Telkomsel untuk dapat membangun ekosistem. Karena bisnis utamanya adalah operator selular, maka tentu saja yang dibangun adalah ekosistem digital. Untuk membangun ekosistem digital, langkah strategis yang dilakukan Telkomsel adalah dengan berinvestasi di perusahaan digital.

Salah satu investasi yang dinilai Eko B. Supriyanto, pemerhati industri bank dan investasi, berupa membangun ekosistem digital dengan masuk sebagai pemegang saham Gojek-Tokopedia (GoTo). GoTo merupakan salah satu decacorn terbesar asal Indonesia yang menggeluti ekonomi digital. Lanjut Eko, langkah Telkomsel berinvestasi di GoTo seharusnya tidak dilihat sebagai investasi portofolio dan berjangka pendek. Seharusnya investasi yang dilakukan Telkomsel di GoTo dapat dilihat layaknya suatu entitas bisnis yang menanamkan uangnya di perusahaan yang memiliki prospek sangat cerah.

Baca Juga: Telkomsel Taruh Saham di GoTo, Ini Kata Kementerian BUMN

"Jadi investasi yang dilakukan Telkomsel di GoTo jangan dilihat jangka pendek saja. Tetapi harus dilihat dengan jangka panjang seperti suatu perusahaan yang akan berinvestasi di perusahaan yang mempunyai prospek bisnis cerah di masa mendatang, sehingga investasi Telkomsel diĀ  GoTo dianalogikan sebagai membeli masa depan. Ketika ekonomi digital Indonesia tumbuh pesat, maka perusahaan digital seperti GoTo bisa memperoleh manfaatnya, sehingga investasi Telkomsel di GoTo tidak bisa dilihat satu sisi dan jangka pendek," ungkap Eko.

Menurut catatan Infobank Institute, ada tiga hal penting. Satu, industri start up di Indonesia selain butuh dukungan banyak pihak, juga sekaligus diharapkan meraih peluang di masa yang akan datang. Perusahaan teknologi akan menjadi tulang punggung perkembangan industri digital ke depan.

Kedua, saat ini Indonesia sudah menjadi pemain utama, khususnya di Asia Tenggara, dalam pertumbuhan ekonomi digital. Sejumlah decacorn asal Indonesia menjadi pemain utama, sebut saja GoTo, Blibli, Traveloka, dan Tiket.com.

Tiga, menurut data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan tumbuh delapan kali lipat, dari Rp632 triliun menjadi Rp4.531 triliun pada 2030. Juga, sektor e-commerce, yang akan berperan penting dalam ekonomi digital di masa datang (2030). Lebih membanggakan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan tumbuh menjadi Rp24.000 triliun di tahun yang sama.

Diakui Eko, saat ini perkembangan digital di dunia mengalami koreksi. Saham-saham Nasdaq (year-to-date), seperti Grab Holding, Uber, Amazon, Tesla, Apple, dan Microsoft, mengalami penurunan. Juga, saham Alibaba, Sea Limited, termasuk Twiter di pasar saham NYSE. Bahkan, Kakao Bank di Korea (KRX) juga turun sahamnya. Ini gejala saham dunia. Pengaruh bursa global ini tentu saja akan berdampak langsung ke perusahaan digital di Indonesia.

"Jadi, penurunan saham digital tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di global. Semua ini tak lain karena dunia dilanda inflasi tinggi, yang membuat suku bunga naik. Saham perusahaan yang mengalami koreksi di bursa Indonesia tidak hanya GoTo. Beberapa saham perusahaan e-commerce dan bank digital mengalami koreksi. Naik turunnya saham merupakan hal yang lazim di pasar saham. Bahkan, pengalaman Amazon baru membukukan laba setelah enam tahun dan menjadi listed company," terang Eko.

Menjadi salah satu perusahaan yang terkena dampak dari tingginya inflasi di Amerika, saham GoTo mengalami koreksi, sehingga Telkomsel sebagai salah satu perusahaan pemegang saham GoTo terkena dampaknya. Berdasarkan PSAK 71, investasi yang dilakukan Telkomsel di GoTo akan dicatatkan sebagai unrealized loss (kerugian yang belum direalisasikan). Nilai unrealized loss, seperti dicatat dalam laporan keuangan Maret 2022 lalu, nilainya sebesar Rp 881 miliar.

"Masih banyak masyarakat belum memahami catatan unrealized loss di laporan keuangan. Dan ini yang saat ini banyak diributkan. Bahkan banyak pihak yang mengkaitkan dengan teori konspirasi, sehingga banyak masyarakat yang mencampuradukkan data dengan asumsi dan kecurigaan, menggunakan analisis konspirasi politik," ungkap Eko.

Baca Juga: Telkom dan PFN Eratkan Sinergitas Konten Film dan Konten Kreatif

Karena Telko adalah pemegang saham pengendali Telkomsel, maka setiap hasil investasi yang dilakukan oleh Telkomsel, baik itu untung atau rugi, akan dicantumkan di laporan keuangan Telkom. Selain itu menurut Eko, investasi yang dilakukan oleh Telkomsel di GoTo juga tidak sembarangan, karena ada SingTel sebagai pemegang saham Telkomsel yang akan melakukan penilaian yang ketat setiap pengeluaran uang atau investasi yang dilakukan Telkomsel.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: