Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jebakan Medioker

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Inilah yang banyak terjadi. Anda ingin hebat di semua hal. Kualitas nomor satu, harga paling murah, servis bintang lima, pelayanan super cepat, bla...bla...bla!

Kalau betul Anda bisa semuanya, maka yang terjadi kira-kira begini: kualitas Anda nomor 3, harga nggak murah-murah amat, servis so so... bagus nggak, jelek juga nggak, dan dari sisi kecepatan yang pasti layanan Anda bukan yang nomor satu.   

Ujung-ujungnya, produk Anda akan terjebak menjadi medioker alias produk rata-rata. Hebat nggak, tetapi jelek juga nggak. Pasti Anda tak akan menjadi “The Great”, tetapi juga bukan “The Bad”. Anda cukup puas dengan hanya menjadi “The Good”...  “The Mediocre”.

Trade-off

Ingat hukum alam: "you can’t be great at everything". Kalau kualitas Anda nomor satu, maka bisa dipastikan harga yang bisa Anda tawarkan mahal. Ya, karena untuk menciptakan kualitas nomor satu Anda butuh ongkos untuk mewujudkannya, dan ongkos itu Anda bebankan ke konsumen. Itu sebabnya harga Anda tidak bisa murah. Selalu ada trade-off di antara keduanya.

Salah satu ciri pemain hebat adalah ia tak mau terjebak menjadi pemain medioker. Mereka tak mau terjebak untuk menjadi “hebat di SEMUA hal”. Mereka sadar, untuk berbeda, mereka harus menjadi sangat hebat di satu atau dua hal, dengan konsekuensi buruk di hal-hal yang lain.

"Excellence requires underperforming," ujar Frances Frei dalam buku hebat Uncommon Service (2013). Intinya, Anda harus fokus mencapai kesempurnaan (excellence) di satu-dua hal yang konsumen betul-betul butuh, dan di sisi lain, Anda harus legowo untuk berkinerja buruk di hal-hal lain yang konsumen tak begitu peduli. Itu kalau Anda tak mau terjebak menjadi medioker.

Fokus

Ambil contoh, Southwest Airlines. Maskapai penerbangan paling profitable di dunia ini sadar betul tak akan bisa hebat di semua hal. Oleh karena itu, ia memfokuskan diri di beberapa hal yang paling dibutuhkan target konsumennya. Apa itu? Yang paling utama adalah tiket murah dan tepat waktu... that’s it!

Untuk mencapai kesempurnaan layanan di dua hal tersebut maka Southwest harus merelakan hal-hal yang lain berkinerja buruk. Dalam hal sajian makanan-minuman, majalah, atau film selama penerbangan, hingga airport lounge, kinerja Southwest bukan hanya buruk, bahkan ditiadakan sama sekali. Tujuannya satu, untuk menekan harga tiket hingga semurah mungkin.

Contoh lain, IKEA. Gerai furnitur yang tahun ini bakal buka di Jakarta ini juga tahu persis bahwa ia tak akan bisa sempurna di semua hal. Ia sadar hanya bisa sempurna di satu-dua hal. Oleh karena itu, IKEA fokus hanya di beberapa atribut di mana ia berkinerja sempurna, yaitu furnitur yang terjangkau, simpel, dan fun karena konsumen bisa merakitnya sendiri (untuk berbagai varian model) tanpa bantuan tukang kayu.        

Untuk bisa sempurna di atribut-atribut tersebut, IKEA harus legowo untuk berkinerja buruk di atribut yang lain yang memang tidak ia fokuskan seperti keawetan hingga bertahun-tahun (durability), sales assistance, lokasi gerai, dan sebagainya.  

Impossible Triangle

Dalam industri konstruksi (membangun gedung, jembatan, dsb.) dikenal apa yang disebut “segitiga kemustahilan” (impossible triangle). Sesuai namanya, segitiga ini mengandung tiga atribut yang saling trade-off satu sama lain, yaitu kecepatan, kualitas, dan biaya.

Jika Anda membangun gedung, maka Anda bisa mencapai kualitas nomor satu, kecepatan super tinggi, tetapi dengan konsekuensi harganya akan mahal. Ketika Anda mengharapkan gedung terbangun super cepat, dan harga semurah mungkin, maka konsekuensinya kualitas akan terkorbankan. Intinya, dari ketiga atribut itu, Anda tidak akan mungkin mendapatkan ketiga-tiganya sekaligus.

Sengaja saya menggunakan ilustrasi “segitiga kemustahilan” untuk menunjukkan bahwa Anda tak boleh serakah memenangi semua atribut. Fokuslah di atribut-atribut tertentu di mana Anda excellent, dan lupakan yang lain. Percaya saya, ketika Anda serakah maka Anda akan gampang masuk ke dalam lubang jebakan medioker. Anda akan menjadi pemain rata-rata.

Ketika MacBook Air ingin excellent di ketipisan dan keringanan, maka ia legowo untuk jeblok di kapasitas memori. Ketika Volvo ingin excellent di keamanan berkendara, maka ia legowo untuk jeblok di desain yang sporty. Ketika Zara ingin excellent di fesyen yang trendy (model berubah cepat) dan harga terjangkau, maka ia legowo untuk jeblok di sisi keawetan bahan.

Dari pengalaman lebih dari 15 tahun membantu strategi perusahaan, bagian tersulit pekerjaan saya bukanlah mendorong klien untuk mencapai excellence, tetapi justru meyakinkan mereka agar legowo untuk underperform. Intinya, Anda harus legowo agar tidak menjadi medioker. 

Penulis: Yuswohady, Managing Partner Inventure, www.yuswohady.co

Sumber: WE-02/XXVII/2015

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: