Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

APEC, Mendag: Percepat Penetapan 'Post Bali Work Program'

Warta Ekonomi -

WE Online, Boracay - Menteri Perdagangan Rachmat Gobel meminta menteri-menteri perdagangan APEC bersama-sama mendukung penyelesaian perundingan Post Bali Work Program agar dapat disahkan pada Pertemuan Tingkat Menteri WTO ke-10 (The 10th WTO Ministerials Conference/MC-10) akhir tahun ini. Keberhasilan pengesahan Program Bali akan menjadi langkah penting untuk penyelesaian Putaran Doha dan penguatan sistem perdagangan multilateral.

"Penyelesaian Putaran Doha harus kita lakukan. Kita harus keluar dari retorika dan janji yang terus diulang dalam mendukung sistem perdagangan multilateral dan WTO,” tegas Mendag Rachmat di hadapan 21 Menteri Perdagangan Ekonomi Asia-Pacific Economic Forum (APEC) dalam Ministers Responsible for Trade Meeting (MRT) di Boracay, Filipina, Sabtu (23/5/2015).

Mendag Rachmat percaya saat inilah semua negara APEC harus memahami lebih mendalam berbagai isu yang menghambat perundingan dan melakukan diskusi. “Saat ini bagaimana kita, para Menteri Perdagangan APEC, dapat membantu Jenewa dalam menyelesaikan berbagai isu tersebut,” ujarnya. Pada pertemuan yang berlangsung 23-24 Mei 2015 itu, beberapa negara Ekonomi APEC beranggapan tindak lanjut perundingan Putaran Doha dapat dimuluskan dengan menurunkan ambisi terhadap akses pasar.

Menanggapi hal tersebut, Mendag Rachmat menegaskan agar penurunan akses pasar diharapkan tidak dibarengi penurunan berbagai isu pembangunan yang dibutuhkan negara-negara berkembang. "Isu pembangunan harus terus ada guna menjaga peran aktif negara berkembang. Untuk mencapai penyelesaian perundingan, satu-satunya cara adalah diharapkan semua pihak mau membuka diri untuk berkonsultasi, memasukkan semua elemen yang bisa diterima secara prinsip ke satu wadah, dan sambil memperdalam negosiasi pada bagian-bagian yang masih menganga, terus mengisi wadah tersebut dengan hasil-hasil kesepakatan terbaru," tegas Rachmat.

Rachmat menambahkan bahwa tujuan utama peluncuran Putaran Doha 14 tahun lalu adalah untuk memperbaiki ketidakseimbangan hasil Perundingan Uruguay, serta menjaga keseimbangan dalam sistem perdagangan multilateral. "Kami menyambut baik diadakannya MC-10 di Nairobi, Kenya, Desember 2015 mendatang dengan harapan perundingan Putaran Doha dapat diselesaikan dengan cara yang kredibel tanpa meninggalkan perspektif pembangunan," ujar Rachmat.

Tiga isu lainnya yang menjadi fokus Mendag Rachmat yaitu, pengemasan gagasan Free Trade Area on Asia Pacific (FTAAP), peningkatan partisipasi UMKM dalam perdagangan regional dan global, serta kampanye proposal Indonesia mengenai Development Products (produk-produk pembangunan) guna mempersempit kesenjangan ekonomi di antara Ekonomi APEC.

Selain itu, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Bachrul Chairi yang mendampingi Mendag dalam APEC MRT juga mengungkapkan bahwa Indonesia bersama beberapa Ekonomi APEC lainnya juga tengah mengupayakan proposal "APEC Initiative on Leveraging Global Value Chain (GVCs) Contribution to Development".

"GVCs selama ini lebih dikuasai oleh Ekonomi maju, sementara Ekonomi-Ekonomi berkembang kurang dapat menarik manfaat dari GVC. Proposal ini bertujuan mengidentifikasi bagaimana metode, formula, dan best practice bagi Ekonomi berkembang dalam memperoleh manfaat lebih besar dari GVC," jelas Bachrul.
Di samping itu, terkait upaya APEC untuk terus mengembangkan produk ramah lingkungan melalui

Environmental Good List (EGs List) yang mensyaratkan penurunan tarif bea masuk 5% untuk 54 produk yang tercantum EGs List, Bachrul mengungkapkan bahwa Indonesia telah memenuhi komitmen tersebut pada 48 produk. Namun, Indonesia masih mengusulkan solusi lain bagi penurunan tarif enam produk lainnya. Terdapat alternatif berupa pendekatan proyek, dimana aplikasi impor atas produk EGs dimaksud jika mendapat rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat diturunkan tarifnya, bahkan sampai 0%.

"Sejauh ini usulan tersebut diterima anggota Ekonomi APEC. Namun Indonesia akan terus memajukan usulan ini sebagai solusi ‘sementara’ mengingat seluruh Ekonomi diharapkan dapat menurunkan tarif di akhir 2015," jelas Bachrul. Bachrul menambahkan bahwa di lain pihak penurunan tarif tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan defisit perdagangan terus membesar.

Pertemuan MRT ini merupakan penutup rangkaian pertemuan APEC Senior Officials Meeting (SOM) dan beberapa pertemuan terkait, termasuk Committe on Trade and Investment (CTI).

Dukung UKM ke Pasar Internasional

Dalam penyeelnggaraan APEC MRT tahun ini Mendag Rachmat juga mengapresiasi Filipina yang dalam ketetuaannya menjadikan isu peningkatan partisipasi UKM dalam pasar regional dan global sebagai salah satu prioritas.

"Di Indonesia, UKM menyumbang lebih dari 99% dari total pebisnis, sehingga UKM harus mendapat prioritas agar bisa memperoleh keuntungan dari kerja sama APEC dan tidak hanya menjadi korban pembukaan pasar," kata Rachmat.

Rachmat juga mengingatkan mengenai hasil pertemuan bersama Menteri Perdagangan dan Menteri UKM APEC di Montana pada 2011 yang meminta Senior Officials untuk mengatasi sembilan hambatan yang dihadapi UKM dalam perdagangan internasional, antara lain masalah pembiayaan, informasi peluang bisnis luar negeri, iklim dunia usaha, transportasi, bea cukai, persyaratan regulasi, dan hak atas kekayaan intelektual.

"Isu-isu tersebut kami dukung untuk terus dibahas dan ditetapkan langkah aksinya guna mendorong partisipasi UKM yang sebesar-besarnya di era perdagangan global," tegasnya.

Terkait isu UKM tersebut, Filipina telah menyiapkan dua dokumen yang akan disepakati, yaitu Boracay Action Agenda to Globalize SMEs dan APEC’s initiatives on promoting SMEs’ participation in Global Value Chains.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Achmad Fauzi
Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: