Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biopreneur Desa

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Beberapa bulan terakhir, saya fokus melakukan riset untuk buku terbaru berjudul Life Science for Better Life. Buku ini ditulis dalam rangka ulang tahun Bio Farma ke-125, September tahun ini. Untuk yang belum tahu, Bio Farma adalah life science company kebanggaan Indonesia yang produk vaksinnya telah menjelajah di 130 negara. Berkat buku ini, wawasan saya mengenai kekayaan sumber daya hayati Indonesia terbuka lebar. Saya menjadi yakin bahwa Indonesia akan menjadi negara besar bukan karena kekuatan teknologi otomotif, bukan karena teknologi informatika secanggih Android, bukan pula karena teknologi ruang angkasa seperti yang dikembangkan NASA. Negeri ini bakal besar karena ilmu hayati (life science).

Mengapa bisa begitu? Ya, karena Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati (baik berupa spesies tumbuhan/hewan, gen, maupun ekosistem) terbesar dan terhebat di dunia. Keanekaragaman hayati yang demikian kaya dan tak ada duanya di dunia ini bisa disulap menjadi faktor kunci keunggulan bersaing (competitive advantages) luar biasa bagi Indonesia. Senjata pamungkasnya cuma satu, yaitu ilmu hayati.

Biodiversity Superpower

Indonesia adalah negara superpower. Bukan superpower karena punya banyak tank, kapal perang, atau pesawat tempur. Namun, superpower dalam hal kekayaan keanekaragaman hayati yang tak tertandingi oleh negara mana pun di dunia. Dengan sekitar 17.000 buah pulau dan 2/3 dari seluruh wilayah merupakan perairan, negeri ini memiliki sekitar 10% dari total spesies tanaman di dunia. Kita memiliki 12% spesies mamalia dunia, termasuk mamalia langka seperti orangutan, harimau Sumatera, dan komodo. Bahkan,  Indonesia memiliki 17% dari segala macam spesies burung yang ada di dunia. Tak hanya itu, Indonesia juga berada di peringkat pertama sebagai the world’s center of agroindustry yang memiliki tanaman budidaya (plant cultivar) dan unggas (domesticated livestock) terbesar di dunia.

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki sekitar 5,8 juta kilometer persegi wilayah laut dengan spesies ikannya mencapai 37% dari total spesies ikan dunia. Kita juga memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer, merupakan peringkat kedua negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Dari garis pantai sepanjang itu, 2/3 di antaranya dilindungi oleh batu karang yang mencapai 15% dari total batu karang yang dimiliki dunia. Praktis semua jenis batu karang di dunia ada di Indonesia. Tak heran jika Indonesia merupakan negara dengan jumlah spesies karang terbesar di dunia. Dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, tak heran pula jika negeri ini disebut “The megabiodiversity country”.

Bioekonomi

Indonesia, yang begitu kaya sumber daya genetik (SDG), spesies dan plasma nutfah baik flora maupun fauna, dan beragam ekosistem, seharusnya mengembangkan produk, industri, dan ekonomi hayati. Kapal besar ekonomi Indonesia haruslah diputar haluannya untuk fokus memanfaatkan kekuatan kita, yaitu industri dan produk biologi/hayati. Sebagai bangsa besar, kita harus bangga menjadi petani kopi. Kita harus konfiden menjadi peternak sapi. Kita harus pede menjadi penambak udang. Kalau kopi, daging sapi, atau udang kita memiliki kualitas kelas dunia, so pasti produk tersebut tak kalah dari Android, iPhone, atau sedan Toyota. Starbucks jualan kopi, tetapi tak kalah keren dibanding Apple. Nilai tambah yang dihasilkan juga tak kalah tinggi dibanding Toyota atau Boeing.

Jangan salah, Amerika Serikat pun kini ekonominya mulai digeser dengan bersandar pada kemampuan ilmu hayati dan bioteknologi. Pada 2012 lalu pemerintah Obama mengeluarkan National Bioeconomy Blueprint sebagai pedoman pengembangan ekonomi AS jangka panjang. Dalam dokumen tersebut, menjadi jelas bahwa masa depan ekonomi AS bukan ditopang oleh mesin, kimia, atau TI, melainkan oleh life science dan bioteknologi. Mereka menyebutnya bioekonomi (bioeconomy), ekonomi yang pertumbuhannya didorong oleh pemanfaatan riset dan pengembangan life science dan bioteknologi.

Biopreneur

Di dalam konsep bioekonomi, peran penting akan dimainkan oleh para wirausaha berbasis ilmu hayati dan bioteknologi. Para wirausaha hayati (biopreneur) inilah yang nantinya mengubah kekayaan plasma nutfah Indonesia menjadi produk-produk hayati (bioproduk) sehingga memiliki daya saing kokoh baik di pasar lokal maupun global. Kita punya beragam plasma nutfah. Bicara ternak, kita punya sapi Pasundan, sapi Bali, kambing Gembrong, atau domba Garut. Bicara buah, kita punya manggis, durian, atau salak pondoh. Bicara kopi, kita punya kopi Gayo, kopi Toraja, kopi Mandailing, kopi Kintamani, atau kopi Wamena. Kalau plasma nutfah itu bisa disulap menjadi produk bernilai tinggi oleh para biopreneur, maka Indonesia tak hanya menjadi negara superpower di bidang biodiversitas, tetapi juga negara superpower di bidang bioproduk.

Akan menjadi sangat indah, jika para biopreneur itu adanya di desa, bukan di kota. Para biopreneur desa (yang umumnya adalah anggota kelompok-kelompok tani) bisa mengembangkan bioproduk yang menjadi potensi masing-masing desanya. Kalau ini bisa dilaksanakan secara masif di seluruh penjuru Tanah Air, maka akan begitu banyak desa yang menghasilkan produk-produk unggulan yang memiliki daya saing kokoh di pasar. Kalau sudah begitu,  seharusnya ide “One Village One Product” (OVOP) seperti di Thailand (disebut OTOP: “One Tambon One Product”) bisa dikembangkan di Indonesia.

Ketika masyarakat bawah seperti petani, nelayan, atau peternak bisa mengembangkan produk unggulan desa, maka ini akan menjadi jembatan terwujudnya pemerataan pembangunan. Artinya, manfaat dari pengembangan bioproduk, bioindustri, dan bioekonomi di Indonesia tak hanya dirasakan oleh pelaku ekonomi besar, tetapi juga oleh pelaku ekonomi menengah dan kecil. Saya justru melihat, kekuatan ekonomi Indonesia nantinya justru ditopang oleh kekuatan para biopreneur di tingkat desa yang jumlahnya sangat besar,  mencapai jutaan. Ketika hal ini terwujud, saya yakin Indonesia betul-betul akan menjadi negara besar yang mandiri dan disegani di dunia.

Penulis: Yuswohady, Managing Partner, Inventure, www.yuswohady.com

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 17

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: