Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OC Kaligis: Saya Tidak Pernah Kesulitan Temui Hakim

Warta Ekonomi -

WE ONline, Jakarta - OC Kaligis mengaku bahwa ia tidak pernah menemui kesulitan untuk menemui hakim di suatu pengadilan seluruh Indonesia karena pernah membela berbagai perkara di MA, MK dan KY.

"Begini yang mulia, di seluruh pengadilan di Indonesia kalau saya datang, pikiran saya yang punya rumah adalah ketua pengadilan. Saya memperkenalkan diri dan saya tidak ada kesulitan, karena barangkali saya pernah membela MA (Mahkamah Agung) di MK (Mahkamah Konstitusi) melawan KY (Komisi Yudisial), dan banyak yang saya lakukan. Hakim-hakim Agung juga banyak yang saya bela. Jadi pada waktu itu sebagai cendekiawan, selalu saya diterima, jadi tidak perlu pakai perantara panitera," kata OC Kaligis dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (11/11/2015).

Padahal dalam dakwaan, OC Kaligis bersama dengan anak buahnya yaitu Moh Yagari Bhastara Guntur alias Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias Indah pada akhir April 2015 disebut menemui panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan untuk minta dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro.

Tujuan pertemuan itu adalah OC Kaligis ingin berkonsultasi masalah gugatan yang akan diajukan. Permintaan pertemuan itu juga diungkapkan Syamsir pada persidangan 17 September 2015.

"Buat apa saya minta tolong panitera, kalau saya bisa masuk sendiri?" tambah Kaligis.

Pertemuan dengan Irianto tersebut menurut Kaligis bukan untuk meminta agar Tripeni menjadi majelis hakim dalam perkara permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang akan diajukan di PTUN Medan.

"(Gugatan) belum dimasukkan yang mulia. Bahkan sama sekali saya tidak katakan tolong majelisnya ditentukan demikian karena waktu sidang saya sudah tahu majelisnya. Saya tidak pernah lagi telepon Pak Tripeni, saya bahkan sudah siapkan kuasa banding karena perkara hanya (punya waktu) 21 hari," ungkap Kaligis.

"Saat bertemu Tripeni sifatnya perkenalan biasa atau ada berkaitan konsultasi?" tanya ketua majelis hakim Sumpeno.

"Sama sekali tidak ada, saya kasih buku. Saya ceritakan secara umum, saya katakan prakteknya sekarang orang dipanggil-panggil tanpa pemeriksaan internal padahal yang mengetahui adanya perbuatan melawan hukum itu internal dulu, setelah Garry mendaftarkan perkara, saya tidak pernah ketemu lagi," jawab Kaligis.

"Coba diingat betul apakah tidak ada mengatakan konsultasi?" tanya hakim Sumpeno.

"Saya katakan tidak ingat dan itu (konsultasi). Kalau keterangn Gary itu berlaku untuk dirinya sendiri, dan Tripeni saat saya tanya di sini pernahkah ada uang untuk memenangkan perkara sama sekali tidak ada," jawab Kaligis.

Memberi amplop Di dalam dakwaan disebutkan setelah berkonsultasi, Gary dan Indah keluar ruangan lebih dulu, sedangkan OC Kaligis tetap di ruangan dan memberikan amplop berisi uang 5.000 dolar Singapura kepada Tripeni Irianto Putro. Selanjutnya OC Kaligis kembali menemui Syamsir Yusfan di ruangannya dan memberikan uang sebesar 1.000 dolar AS.

Dalam perkara ini, Kaligis didakwa menyuap 3 hakim PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro selaku ketua majelis hakim sebesar 5 ribu dolar Singapura dan 15 ribu dolar AS, dua anggot amajelis hakim yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing 5 ribu dolar AS serta Syamsir Yusfan selaku Panitera PTUN Medan sebesar 2 ribu dolar AS sehingga totalnya 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.

Tujuan pemberian itu adalah untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas penyelidikan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: