Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Inklusi Keuangan Bukan Cuma Soal Menabung

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Hasil Survei Nasional Literasi Keuangan pada tahun 2013 menunjukkan tingkat inklusi keuangan masyarakat baru sebesar 59,74 persen yang didominasi oleh produk perbankan. Sementara literasi (tingkat pemahaman) produk-produk keuangan hanya 21,80 persen.

Masih minimnya indeks literasi keuangan membuat regulator gencar melakukan berbagai program peningkatan inklusi keuangan seperti program branchless banking yang meliputi Layanan Keuangan Digital yang digagas Bank Indonesia (BI) dengan produk uang elektronik dan Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) yang digagas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan produk tabungan dasar (basic saving account/BSA).

Menurut Deputi Direktur Pusat Program Transformasi BI Agustina Dharmayanti, sebenarnya program ini sudah djalankan sejak tahun 2008-2010. Bank sentral menyadari akses masyarakat terhadap industri jasa keuangan cukup sulit dengan banyaknya kepulauan yang terdiversifikasi dan akses perbankan kurang menjangkau remote area.

"Oleh karena itu, kami berupaya agar yang tadinya financial excluded menjadi financial included," ujar Agustina saat ditemui di Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya, Jakarta, Senin (14/3/2016).

Makanya pada tahun 2013 BI memulai uji coba program branchless banking dengan mengajak lima bank dan dua industri telko (telekomunikasi), namun program ini terhenti karena pengawasan perbankan beralih dari BI ke OJK pada akhir 2013. Setelah OJK berdiri sendiri, BI tetap mengawasi sistem pembayaran dan BSA sudah menjadi ranah OJK.

Menurut Agustina, BI tetap memiliki peran penting dalam peningkatan inklusi keuangan. Pasalnya, layanan keuangan tak bisa lepas dari sistem pembayaran.

"Meskipun masyarakat tidak menabung, tapi mereka tetap akan melakukan pembayaran-pembayaran. Inilah uang elektronik sebagai salah satu produk yang disediakan sehingga dengan begitu mereka sudah masuk dalam layanan finansial. Kebetulan BI dengan e-money membuka LKD, perbankan bisa bekerja sama dengan agen badan hukum dan perorangan sama dengan Laku Pandai. Dengan dimungkinkannya bank bekerja sama dengan pihak ketiga diharapkan ini dapat lebih menjangkau masyarakat lebih ke pelosok lagi," tambah Agustina.

Dia menuturkan LKD dan Laku Pandai memiliki tujuan yang sama, yakni mengenalkan produk keuangan dalam rangka meningkatkan inklusi keuangan.

"Kami lakukan survei ke 10 provinsi, BSA memang cukup diminati. Tapi, agen bank mengatakan LKD lebih berkembang sementara agen yang lain, Laku Pandai lebih diminati," tuturnya.

Jadi, menurutnya, ini situasional tergantung dari di mana agen itu berada. Di kawasan urban mereka lebih menyukai uang elektronik, tapi di daerah rural mereka lebih nyaman dengan BSA dan kedua-duanya bertujuan bagaimana bisa mengenalkan produk-produk keuangan lebih dalam.

"Dari observasi kami juga dalam satu bulan setor tunai dari agen cuma Rp2,8 juta di satu bank sementara transaksi pembayaran sebesar Rp58 miliar. Bisa dibayangkan mereka butuh sistem pembayaran. Oleh karena itu, financial inclusion tidak hanya menabung saja tapi juga sistem pembayaran," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: