Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

FSP BUMN Bersatu Ajak Masyarakat Tolak Bayar Pajak

Oleh: ,

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono menyesalkan sikap pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terkesan "ngotot" buat mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Tax Amnesty menjadi undang-undang (UU).

"Dalam RUU Tax Amnesty tersebut jika diundang-undangakan akan memberikan pengampunan pajak kepada para wajib pajak nakal yang sudah bertahun-tahun tidak bayar pajak. Hampir 100 persen wajib pajak nakal tersebut adalah para pengemplang BLBI, koruptor, dan perusahaan-perusahaan nakal yang sering melakukan pengelapan pajak," katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (27/4/2016).

Arief mengatakan hal tersebut menciptakan sebuah ketidakadilan bagi masyarakat Indonesia, khususnya kaum pekerja di BUMN maupun di luar BUMN, PNS, pedagang di pusat pertokoan, pedagang pasar, petani, serta nelayan yang selama ini patuh membayar pajak kepada pemerintah.

"Contoh paling gampang adalah terkait pajak yang dibayarkan secara patuh oleh masyarakat misalnya pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan, pajak penghasilan bagi kaum pekerja, pajak pedagang, dan pajak atas bunga bank bagi masyarakat yang menabung di bank. Sementara para pengemplang pajak yang masuk kategori pengemplang pajak yang akan menikmati pengampunan pajak lebih banyak adalah kelompok masyarakat kelas ekonomi atas," sesalnya.

Karena itu, ia mengatakan FSP BUMN Bersatu mengimbau kepada masyarakat Indonesia yang selama ini patuh membayar pajak kepada negara tanpa ada pengampunan pajak dari negara untuk menolak RUU Tax Amnesty yang tidak berpihak pada wajib pajak yang patuh.

"Sebab dari keterangan presiden yang sedang mempersiapkan peraturan dan kebijakan investasi bagi para pengemplang pajak yang akan mendapat pengampunan pajak serta katanya negara akan menghasilkan tambahan pajak sejumlah Rp60 triliun berarti mereka para pengemplang pajak hanya diwajibkan bayar pajak berutang sebesar 1,5 persen saja dari total utang pembayaran pajak sebesar Rp4.000 triliun," jelasnya.

Kalau pemerintah sudah bisa menentukan jumlah pemasukan dari hasil pengampunan pajak dari pengemplang pajak, imbuhnya, pemerintah sudah tahu siapa siapa saja dan domisili aset para pengemplang pajak.

"Kenapa harus ada pengampunan pajak? Kan, mudah saja tinggal pengemplang pajak itu ditangkap dan sita asetnya itu sudah diatur dalam UU Perpajakan terhadap wajib pajak nakal," ujarnya.

Selain itu, ia meminta KPK untuk mengawasi potensi terjadinya suap-menyuap dalam pembahasan RUU Tax Amnesty di DPR karena RUU tersebut digagas oleh Presiden Jokowi dan atas masukan para pengemplang pajak yang juga sedang mempersiapkan dana ratusan miliar untuk melakukan pengamanan agar RUU Tax Amnesty disetujui DPR RI.

"Karena itu, untuk menolak pemberlakuan Tax Amnesty masyarakat dalam imbau untuk melakukan pembangkangan sosial dengan tidak membayar pajak kepada negara untuk waktu yang tidak ditentukan," pungkasnya.

Rencananya, RUU Tax Amnesty yang diajukan Presiden Jokowi akan disetujui oleh DPR RI sebelum bulan Juni 2016 jelang pembahasan UU APBN-Perubahan tahun 2016.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan akan menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) jika pembahasan RUU Tax Amnesty di DPR mandek.

"Kita sudah siapkan PP kalau tax amnesty di sana (DPR) punya masalah," tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: